Otonomi Daerah

Apabila kita renungkan secara arif, maka otonomi khusus dengan memberikan alokasi pertimbangan keuangan dari sktor migas 70% : 30% antara pemerintah Aceh dan Papua Otonomi Daerah, merupakan pilihan yang sangat bijak yang telah diambil oleh pemerintahan Megawati Soekarno Putri dan DPR-RI periode 1999-2004. Sebab dengan latar belakang sejarah yang dialami oleh kedua daerah tersebut, maka amat layak kalau masyarakat di kedua daerah tersebut menerimanya.
Akan tetapi satu hal yang harus tetap dijaga oleh pemerintah pusat, Otonomi Daerah jangan menganggap persoalan sakit hati telah berakhir dengan sendirinya karena kompensasi materi yang telah diberikan. Kalau demikian pemikiran kita, maka tidak ada bedanya kita dengan negara materialis, dan sekuler yang menganggap materi adalah segalanya.

Otonomi Daerah di Indonesia

Kalau di Amerika perseteruan dan penindasan atas sekelompok masyarakat dilakukan oleh kelompok masyarakat lainnya yang berbeda ras sebagai warisan budaya  mereka, maka keadaan di Indonesia khususnya di kedua daerah tersebut Otonomi Daerah, terjadi karena kebijakan politik pemerintah. Jadi kasusnya adalah masyarakat yang menentang kebijakan pemerintahnya karena ketidakadilan. Ketidakadilan  sebagai akibat kesalahan kebijakan masa lalu tersebut, tidak urung telah diakui oleh tiga presiden RI pasca Soeharto yakni BJ. Habibie, Otonomi Daerah Abdurrahman Wahid, dan terakhir oleh Megawati Soekarnoputri yang dengan tegas disampaikan pada sidang  paripurna MPR  RI yang baru saja memilihnya menjadi presiden RI yang kelima.
Lain halnya kalau kita berpikir apabila memberikan fasilitas tersebut kepada mantan anggota GAM dan OPM, pada akhirnya disetiap daerah akan muncul seperatisme, toh nantinya akan diberi fasilitas oleh pemerintah. Pemikiran tersebut akan sangat mungkin timbul bagi mereka yang berpikir bahwa pemerintahan akan tetap dikelola seperti  model orde baru, kalau tidak maka kita harus yakin, pemerintah akan adil dalam memperlakukan daerah dan kekuasaan Otonomi Daerah pusat terhadap daerah juga akan mengikuti pola otonomi yang luas, maka kemungkinan itu tidak akan ada lagi kalaupun ada maka itu namanya perman. Bukan pemberontakan daerah.
Oleh karena itu, sudah tidak ada gunanya lagi pemerintah menarik ulur otonomi untuk daerah, demikian pula halnya dengan kebijakan untuk mengadakan peninjauan ulang terhadap UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999. Apabila pendapat tersebut akan terus dipaksakan oleh pemerintah pusat, maka penulis pun sejalan dengan pemikiran Prof. Dr. Rayss Rasyid bahwa Otonomi Daerah Indonesia akan bubar.
Alasan apa pun belum saatnya kebijakan subsidi silang tersebut dilaksanakan. Saat ini daerah-daerah mulai menyadari posisinya selama ini  bahwa selama orde baru yang dibagi-bagi sebenarnya kekayaan beberapa daerah, yang dikooptasi oleh pemerintah pusat, lalu membagikannya kepada daerah-daerah sesuka  hatinya tanpa memikirkan darimana kekayaan tersebut bersumber Otonomi Daerah. 

Makalah Otonomi Daerah

Demikian pula halnya gerakan masa atau pemikiran yang bertujuan untuk menempatkan kembali sistem sentralisasi atau pola keadilan pendapatan, dengan mengurangi perolehan daerah-daerah surplus akan berakibat fatal. Sebab daerah-daerah kaya akan menuntut pemisahan diri, sementara  daerah-daerah minus juga akan merasa malu karena mentang-mentang miskin sumber daya, seolah-olah dihinakan oleh mereka yang kaya. Sehingga pada akhirnya permusuhan antara masyarakat akan terjadi yang kemudian mengarah pada konflik antara daerah dan berujung pada bubarnya Indonesia.
Otonomi Daerah Penyerahan persoalan tersebut diartikan sebagai penyelesaian persoalan yang bertumpu  pada kebiasaan dasar masyarakat itu sendiri, dan bukan indoktrinasi dari atas. Kita lihat contoh penyelesaian kasus Maluku, pemerintah Rezim Habibie mengutus beberapa orang Perwira Tinggi TNI, dipimpin oleh Mayjend Suady Marabesy untuk mengadakan perdamaian di Maluku, tetapi kenyataannya persoalan tidak kunjung usai, sampai akhirnya persoalan diberikan kepada penguasa sipil (darurat sipil) di mana Gubernur juga bertindak sebagai penguasa darurat sipil. Yang terjadi selanjutnya di Maluku khususnya Ternate, semakin aman, masyarakat dengan begitu sederhana mengadakan penyelesaian sendiri, mereka membentuk pasar baku sayang,  Otonomi Daerah dimana mereka mengatur kesepakatan sendiri bagaimana aturannya kalau di pasar tersebut. Mereka juga sudah semakin menyadari dan mewaspadai adanya provokator dari luar.
Otonomi Daerah Yogyakarta adalah satu contoh daerah yang masih mempertaruhkan budaya kesultanannya, walaupun di era orde baru, kesultanan Yogyakarta  juga pernah hendak diakhiri, sampai memasuki awal reformasi. Di Yogyakarta sampai saat ini, sehebat apa pun demonstrasi mahasiswa dan masyarakat seperti di awal reformasi, tetap dapat dikendalikan bila Sultan telah turun ketengah rakyatnya. Padahal di Yogyakarta hampir semua etnis ada, dan gudangnya para pakar serta mahasiswa tetapi toh tetap menghormati Sultan sebagai simbol budaya dan simbol masyarakat Yogyakarta.

Subscribe to receive free email updates: